Rabu, 30 Desember 2015

ANALISIS PHK PT NESTLE CABANG WARU BERDASARKAN ETIKA BISNIS

NAMA : THARIQ AFIF R. H
NPM : 17212345
KELAS : 4EA02
MATA KULIAH : ETIKA BISNIS







1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


            Pada tanggal 13 April 2000 PT Nestle cabang Waru, Surabaya melaksanakan rapat untuk mendiskusikan masalah Pemutusan Hak Kerja (PHK) terhadap 245 karyawannya. Kemudian pada tanggal 15 April 2010, sebanyak 245 karyawan pabrik telah menandatangani  kesepakatan bersama PHK dengan Nestle Indonesia, seperti yang diungkapkan oleh Head of Public Relation, Nestle Indonesia, Brata T Harjosubroto dalam keterangan tertulisnya kepada Liputan6.com, Jumat (8/2/2013). Setelah itu, sesuai dengan pasal 3 UU no. 12 tahun 1964 tentang PHK di Perusahaan Swasta, PT Nestle Indonesia mengajukan permohonan izin PHK kepada Panitia Penyelesaikan Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) di Jakarta, dan P4P pada 1 Oktober 2002 telah mengeluarkan putusan nomor 1660/1578/232-6/XIII/PHK/10-2002 yang memberikan izin kepada PT Nestle Indonesia untuk melakukan PHK terhadap 245 bekas karyawan pabriknya di Waru terhitung sejak diterimanya pembayaran uang pesangon dan hak-hak lainnya sesuai kesepakatan bersama tentang PHK yang ditandatangani oleh pengusaha dan masing-masing bekas pekerja.


            Pada tahun berikutnya, 7 Januari 2003, sejumlah mantan karyawan yang mewakili 215 orang bekas karyawan PT Nestle Indonesia mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Pada 18 Desember 2003, pihak pengadilan menolak permohonan banding para bekas karyawan pabrik di Waru dan menyatakan putusan P4P adalah sah dan benar. Untuk memperkuat peluangnya dalam memenangi kasus tersebut, para bekas karyawan kembali mengajukan Memori Kasasi ke Mahkamah Agung RI pada 12 Januari 2004. Lewat putusan perkara 128K/TUN/2006, MA menyatakan menolak permohonan kasasi para bekas karyawan pabrik di Waru tersebut. Hal ini berarti dengan ditolaknya kasasi tersebut oleh badan hukum tertinggi di Indonesia, maka pihak penuntut sudah tidak bisa lagi mengajukan tuntutan hukum terhadap PT Nestle Indonesia. 




            Pada tahun 2013, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) mendesak manajemen PT Nestle Indonesia untuk segera menyelesaikan kasus PHK 245 karyawan PT. Nestle Indonesia cabang Waru, Surabaya yang diduga cacat hukum. Seruan kepada PT Nestle ini terkait dengan penemuan beberapa informasi yang menerangkan bahwa keputusan PHK yang dilakukan oleh PT Nestle Indonesia tidak didasari aturan yang berlaku pada saat dilakukannya PHK. Selain itu, karyawan hanya diberi waktu selama 2 hari untuk memikirkan PHK tersebut dengan besaran pesangon sesuai kebijakan perusahaan (13-15 April 2000). Alasan lain yang menyebabkan penentangan oleh pihak karyawan adalah karyawan yang di PHK sebagian besar dipaksa bekerja hingga tahun 2002. Bersamaan dengan itu, bulan Juli 2000 muncul Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 150 tahun 2000 yang mengatur aturan PHK dan besaran pesangon. Namun, pihak PT Nestle Indonesia Waru mengabaikan aturan baru tersebut dalam memproses PHK karyawannya.


            PHK yang dilakukan pada tahun 2002 sendiri dilakukan karena lokasi Waru sudah tidak dianggap lagi sebagai lokasi yang tepat dalam mendirikan pabrik, sehingga pabrik tersebut diintegrasikan dengan pabrik di Kejayan, Pasuruan. Keputusan ini diambil dengan pertimbangan bahwa wilayah Waru telah berkembang menjadi daerah pemukiman dan kurang memadai untuk kegiatan industri serta tidak memungkinkan dilakukannya perluasan pabrik.


1.2 Materi


Menurut Undang – Undang No. 13 tahun 2003 pasal 25 tentang ketenagakerjaan, Pemutusan Hak Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. 

            Menurut pasal 61 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai tenaga kerja, perjanjian kerja dapat berakhir apabila :

  • Pekerja meninggal dunia
  • Jangka waktu kontak kerja telah berakhiR
  • Adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap 
  • Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Perundingan Bipartit adalah forum perundingan antar pengusaha dan karyawan atau serikat pekerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan. Tujuannya adalah untuk menghindari pengingkaran dari salah satu pihak atau dari kedua pihak.



2. ANALISIS

            Menurut saya, ada beberapa kesalahan yang dilakukan oleh PT Nestle terkait perihal PHK terhadap 245 karyawannya, yaitu:




  • Jenjang waktu yang sangat singkat antara rapat pembahasan PHK (13 April 2010) dan penandatangan kesepakatan bersama PHK dengan Nestle Indonesia (15 April 2010) yaitu selama  2 hari. Hal ini menyebabkan karyawan memiliki prasangka bahwa keputusan PHK yang dibuat adalah berdasarkan kebijakan PT Nestle sepihak tanpa perundingan lebih lanjut dengan karyawannya, melalui  berbagai media, seperti mediasi, konsiliasi, arbitrase dan bipartit. Bipartit sendiri harus sudah diselesaikan dalam jangka waktu 30 hari kerja sejak dimulainya perundingan. Kenyataannya, karyawan hanya diberi waktu 2 hari untuk mempertimbangkan PHK yang akan dilakukan oleh PT Nestle. Hal ini merupakan tindakan yang sangat tidak profesional karena perusahaan tiba-tiba memecat karyawannya yang hanya diberikan waktu 2 hari untuk mempertimbangkan langkah selanjutnya untuk menafkahi hidup. Karyawan harus diberikan waktu yang lebih lama, media yang lebih canggih dalam merundingkan PHK, atau konsultan hukum yang akan mewakili mereka dalam setiap perundingan terkait PHK dengan PT Nestle, sehingga karyawan tidak akan merasakan rugi atas hasil perundingan tersebut.


  • PT Nestle sudah boleh melakukan PHK pada tahun 2002 setelah mendapatkan izin dari P4P. Masalahnya, dari tahun 2000 hingga 2002 masih banyak karyawan yang akan di PHK masih dipaksa bekerja . Hal ini menunjukkan bahwa PT Nestle tidak mematuhi hasil perundingan yang dibuat oleh perusahaan itu sendiri. 


  • Pada bulan Juli 2000 muncul Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 150 tahun 2000 yang mengatur aturan PHK dan besaran pesangon. Penandatangan kesepakatan PHK dilakukan pada April, sedangkan peraturan baru tersebut berlaku sejak Juli, dan PT Nestle tidak mengikuti peraturan baru tersebut. Hal ini menunjukkan ketidakpatuhan PT Nestle terhadap peraturan yang yang telah ditetapkan oleh pemerintah pada saat itu.


3. KESIMPULAN


            Pelajaran yang dapat diambil dari kasus PHK PT Nestle dan karyawannya adalah bahwa setiap perusahaan yang memperkerjakan karyawannya harus lebih memperhatikan nasib karyawannya dan tidak hanya memperhatikan nasib perusahaan/pabrik sendiri. Begitu juga ketika melakukan perundingan, perusahaan harus  memastikan bahwa tidak ada keputusan yang terselubung dan karyawan bisa mengetahui dan mempelajari setiap kebijakan yang dibuat oleh perusahaan. Meskipun pabrik ingin diintegrasikan ke Pasuruan, perusahaan harus tetap memikirkan nasib karyawannya dahulu sebelum melakukan perubahan terhadap operasional perusahaan.




4. REFERENSI


http://bisnis.liputan6.com/read/507190/nestle-kasus-phk-di-pabrik-waru-telah-selesai-secara-hukum

http://www.lensaindonesia.com/2013/02/03/dpr-segera-panggil-pt-nestle.html

http://www.legalakses.com/perundingan-bipartit-dalam-perselisihan-pengusaha-dan-pekerja/








Kamis, 12 November 2015

ANALISIS KEGIATAN CSR PT UNILEVER

NAMA : THARIQ AFIF R. H
NPM : 17212345
KELAS : 4EA02
MATA KULIAH : ETIKA BISNIS






1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


          Sejak didirikan pada 5 Desember 1933, PT Unilever Indonesia  telah tumbuh menjadi salah satu perusahaan terdepan dalam Home and Personal Care serta Foods & Ice Cream di Indonesia. PT Unilever terkenal dengan produk-produknya seperti Pepsodent, Lux, Lifebuoy, Dove, Sunsilk, Clear, Rexona, Vaseline, Rinso, Molto, Sunlight, Walls, Blue Band, Royco, Bango, dan lain-lain. Saham PT Unilever pertamakali ditawarkan kepada masyarakat pada tahun 1981 dan tercatat di Bursa Efek Indonesia seja 11 Januari 1982. Pada akhir tahun 2011, saham perseroan menempati peringkat keenam kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia. PT Unilever memiliki dua anak perusahaan : PT Anugrah Lever (dalam likuidasi), kepemilikan Perseroan sebesar 100% (sebelumnya adalah perusahaan patungan untuk pemasaran kecap) yang telah konsolidasi dan PT Technopia Lever, kepemilikan Perseroan sebesar 51%, bergerak di bidang distribusi ekspor, dan impor produk dengan merek Domestos Nomos.

            PT Unilever tidak hanya menjadikan profit semata sebagai orientasi bisnis, tetapi juga kepentingan orang banyak, yaitu dengan cara menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR), terutama dari sisi Lingkungan, Nutrisi, Higiene dan Pertanian Berkelanjutan. Program CSR dari PT Unilever antara lain: kampanye Cuci Tangan dengan Sabun (Lifebuoy), program Edukasi kesehatan Gigi dan Mulut (Pepsodent), program Pelestarian Makanan Tradisional (Bango) serta program Memerangi Kelaparan untuk membantu anak Indonesia yang kekurangan gizi (Blue Band).

            Pada kampanye Cuci Tangan dengan Sabun, PT Unilever ikut berpartisipasi pada setiap Hari Cuci Tangan Sabun Sedunia digelar, dengan cara mengerahkan perwakilannya dalam produk  sabunnya, Lifebuoy. Pada acara tersebut, Lifebuoy mengedukasi responden acara yang mayoritas anak-anak untuk menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), yang dimana program ini juga ikut diluncurkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, melalui salah satu pilarnya yaitu Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS). Selain itu Lifebuoy juga ikut memperbaiki akses air bersih di beberapa daerah, seperti NTT. Pada acara ini, Lifebuoy berharap agar masyarakat terutama anak-anak agar lebih peduli dalam menjaga kesehatannya, dengan cara mencuci tangan sebelum menjalankan aktivitasnya.

Tercatat dalam sejarah banyak peran Lifebuoy dalam mencegah penyebaran kuman dan penyakit, diantaranya:


·     Selama Serangan kilat ke London pada tahun 1940, sabun Lifebuoy memberikan fasilitas mencuci darurat gratis bagi penduduk kota London. Mobil gerbong Lifebuoy dilengkapi dengan alat pancuran air hangat, sabun dan handuk.

·   Setelah terjadinya tsunami di Asia pada tahun 2004, sabun batangan Lifebuoy merupakan elemen kunci dalam paket lepas yang dibagi-bagikan di wilayah India Selatan, Sri Lanka dan Indonesia untuk membantu mencegah penyebaran penyakit infeksi yang mewabah setelah terjadinya bencana tersebut.

·      Pada tahun 2005 lebih dari 200.000 sabun batangan Lifebuoy disumbangkan kepada UNICEF dan Komite Palang Merah Internasional untuk membantu operasi penanggulangan akibat gempa bumi di India Utara dan Pakistan.




  PT Unilever turut berpartisipasi dalam program Edukasi kesehatan Gigi dan Mulut dengan cara mengerahkan divisi pasta giginya, Pepsodent, untuk berkolaborasi dengan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) dan Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (AFDOKGI) untuk menyelenggarakan Bulan Kesehatan Gigi Nasional (BKGN) setiap tahunnya. Kegiatan ini sudah berlangsung sejak tahun 2010. Melalui acara ini, Pepsodent berharap agar masyarakat, teruatama anak-anak meningkatkan kesadarannya dalam menjaga kesehatan giginya serta lebih rajin berkonsultasi ke dokter gigi.

            Pada program Pelestarian Makanan Tradisional, divisi Food PT Unilever melalui Kecap Bango menggelar acara Festival Jajanan Bango yang diadakan setiap tahun sejak tahun 2005. Setiap acara ini digelar, PT Unilever terus mengajak masyarakat ikut melestarikan berbagai makanan tradisional Nusantara warisan leluhur. Selain itu juga di acara ini, masyarakat yang datang bisa mempelajari jenis masakan nusantara yang masih belum diketahui. Dengan diadakannya acara ini, diharapkan masyarakat Indonesia lebih menghargai budaya sendiri, terutama makanan nusantara.

            PT Unilever juga berpartisipasi dalam acara End Hunger: Walk The World yang diadakan setiap tahun oleh United Nations-World Food Programme (WFP) untuk menyediakan bantuan pangan sekolah bagi sekitar 59 juta anak di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pada program ini, PT Unilever mengandalkan salah satu produk margarine unggulannya, Blue Band untuk mewakili PT Unilever.


Selain itu PT Unilever juga memiliki yayasan yang bertujuan untuk untuk mencari dan memberdayakan potensi masyarakat, memberikan nilai tambah bagi masyarakat, menyatukan kekuatan dengan mitra-mitranya dan bertindak sebagai katalis untuk pembentukan kemitraan.

            Berdasarkan kontribusi-kontribsi yang diberikan oleh PT Unilever diatas, maka penulis ingin menganalisis progam  Corporate Social Responsibility (CSR) PT Unilever.


2. TEORI

2.1 Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)

            Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep yang mengajarkan bahwa suatu organisasi/perusahaan memiliki tanggung jawab tidak hanya pada kondisi finansial saja, tetapi juga terhadap pihak-pihak yang memiliki kepentingan atas perusahaan tersebut, seperti konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan, dari sisi ekonomi, sosial dan lingkungan. Dengan menganut konsep ini, sebuah perusahaan tidak hanya terpaut terhadap tujuan finansial saja, tetapi juga memiliki peran yang sangat penting dalam ikut menyejahterakan kehidupan orang banyak.


2.2 Alasan melibatkan CSR dalam operasional perusahaan 


2.2.1 Sumber Daya Manusia


            Salah satu perusahaan melaksanakan CSR adalah untuk menarik SDM yang memiliki antusias yang sama dalam bidang sosial untuk membantu masyarakat. Dengan tujuan yang sama, maka dalam menjalankan usahanya, dapat berjalan lancar, karena            perusahaan dan karyawannya memiliki tujuan yang sama, yaitu bukan hanya profit, tetapi juga kontribusi terhadap kesejahteraan banyak orang.


2.2.2 Manajemen Risiko

            Risiko dapat diperkecil dengan menggunakan konsep CSR dalam operasional, karena sistem yang digunakan cenderung transparan, sehingga risiko untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum juga akan berkurang, seperti KKN, pencemaran lingkungan dan sebagainya.



2.2.3 Membedakan Merk

            Perusahaan bisa menggunakan CSR untuk menciptakan loyalitas konsumen karena konsumen seperti dasarnya manusia, memiliki sifat sosial dan simpati terhadap lingkungan. Dengan memperhatikan tujuan perusahaan, konsumen jadi tertarik untuk membeli produk yang ditawarkan perusahaan tersebut, karena kedua pihak memiliki paham yang sama dalam bidang sosial dan lingkungan.


2.2.4 Izin Usaha


            Dengan menerapkan CSR, maka perusahaan akan mendapatkan image sebagai perusahaan yang tidak hanya mengejar keuntungan semata, tetapi juga sebagai perusahaan yang peduli terhadap kondisi sosial dan lingkungan, baik domestik maupun global. Dengan image seperti itu, perusahaan mendapatkan lebih banyak kemudahan dalam mendapat izin dari pemerintah untuk beroperasi, baik di dalam negeri maupun luar negeri.



3. ANALISIS

            PT Unilever telah menerapkan konsep CSR dalam operasionalnya dengan sangat baik. Hal ini ditunjukkan dengan dilibatkannya produk-produknya dalam memberikan perubahan terhadap masyarakat maupun lingkungan. Hal ini berarti bahwa produk-produk yang dihasilkan oleh PT Unilever tidak hanya memberikan manfaat ekonomi terhadap penggunanya, tetapi juga manfaat sosial karena dengan mengkonsumsi produk PT Unilever,  konsumen sadar telah memberikan kontribusinya dalam perubahan terhadap masyarakat dan lingkungan.



Philip Kotler dan Nancy Lee menyatakan ada dua jenis kegiatan CSR, yaitu corporate social marketing (CSM) dan cause related marketing (CRM). Pada CSM, Perusahaan menggunakan media untuk menyampaikan aspirasinya terhadap suatu isu. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang hingga masyarakat mengerti akan pesan yang disampaikan oleh perusahaan tersebut. Pada CRM, perusahaan menggunakan teknik promosi seperti menyumbangkan sebagian hasil penjualannya atas suatu produk untuk membantu memperbaiki kondisi sosial dan lingkungan.

            Dari penjelasan diatas, sudah jelas jika PT Unilever menggunakan pendekatan CRM dalam menjalankan kegiatan CSR nya. Hal ini ditunjukkan dengan begitu banyak acara yang diikuti atau diselenggarakan oleh PT Unilever dalam memberikan kontribusinya terhadap masyarakat dan lingkungan, dengan cara melibatkan produk-produknya ke dalam acara-acara tersebut. Langkah ini semakin menguatkan image PT Unilever sebagai perusahaan yang peduli terhadap masyarakat dan lingkungan.



4. KESIMPULAN


Berdasarkan analisis diatas, dapat dipelajari bahwa langkah yang diambil oleh PT Unilever sudah tepat, karena tidak hanya mengejar profit, tetapi juga membantu memperbaiki kondisi masyarakat dan lingkungan. Jadi, dengan memproduksi produk-produk seperti Lifebuoy dan Blue Band, PT Unilever tidak hanya mengejar keuntungan saja, tetapi juga melaksanakan program CSR nya melalui produk-produk tersebut.


5. REFERENSI

https://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan

http://www.unilever.co.id/id/aboutus/unilever-brightFuture/

http://www.unilever.co.id/id/media-centre/pressreleases/2013/Perjalanan-Festival-Jajanan-Bango-2013-di-Jakarta.aspx


http://www.unilever.co.id/id/brands-in-action/detail/Lifebuoy/320538/
























Sabtu, 31 Oktober 2015

ANALISIS IKLAN ROBOVAC BERDASARKAN ETIKA BISNIS

NAMA : THARIQ AFIF R. H
NPM : 17212345
KELAS : 4EA02
MATA KULIAH : ETIKA BISNIS





1. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah


        Pada awal tahun 2015, hubungan diplomatik Indonesia-Malaysia sempat mengalami krisis karena beredarnya iklan yang diterbitkan oleh sebuah perusahan pembuat alat pembersih, Robovac, yang dimana iklan terseut mencantumkan tulisan "Fire Your Indonesian Maid Now" (Pecat Pembantu Indonesia) yang dinilai oleh banyak pihak terutama orang Indonesia merendahkan martabat bangsa Indonesia. Kasus ini membuat marah banyak orang Indonesia sehingga Kedutaan Besar Republik Indonesia di Malaysia melaporkan perusahaan pembuat iklan tersebut ke kepolisian.


Gambar 1.1 Iklan Robovac yang dinilai merendahkan martabat bangsa Indonesia


Pada 3 Februari 2015, KBRI Malaysia mengirimkan nota protes kepada Kementerian Luar Negeri Malaysia atas beredarnya iklan pemasaran robot tersebut. Dalam nota keberatan itu, KBRI Malaysia menyampaikan penyesalan mendalam pemerintah (Kompas).  Duta Besar RI untuk Malaysia, Herman Prayitno, menyesalkan munculnya iklan sebuah perusahaan swasta yang sangat mengganggu perasaan bangsa dan rakyat Indonesia. Terlebih lagi hal ini terjadi di tengah-tengah persiapan Kunjungan Kenegaraan Presiden Joko Widodo ke Malaysia tanggal 5-7 Februari 2015 yang bertujuan untuk lebih memperkokoh dan memperdalam hubungan bilateral yang saling menguntungkan (Setkab). Dubes Herman berharap kasus ini dapat segera diselesaikan, mengingat kedua negara akan memasuki tatanan komunitas ASEAN.


Kasus ini menjadi salah satu ujian bagi hubungan diplomatik diantara kedua negara mengingat sudah sering terjadi  perseteruan diantara kedua negara sejak masa kemerdekaan. Kasus ini tidak hanya tersiar di dalam negeri saja, tetapi juga hingga ke skala dunia, dimana media barat juga ikut menyiarkan kasus ini.

         Atas dasar itulah, penulis akan menganalisis kelayakan iklan ini berdasarkan kode etika bisnis. 



2. TEORI


2.1 Pengertian Iklan

            Iklan atau periklanan menurut Kotler didefinisikan sebagai segala bentuk penyajian non-personal dan promosi ide, barang, atau jasa oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran. Hal ini berarti bahwa iklan memegang peranan penting dalam mempromosikan produk yang hendak dijual, selain dengan metode pemasaran personal selling.



2.2 Fungsi Iklan


Fungsi iklan dibagi kedalam 2 jenis:


a.  Fungsi Informasi


Hal ini berarti bahwa suatu iklan menjelaskan perihal/servis, keadaan dan fitur. Maksudnya adalah iklan menjelaskan tentang fungsi utama dan fungsi atribut dari suatu produk tersebut. Contohnya, suatu iklan yang mempromosikan sebuah handphone akan memberikan informasi kepada masyarakat bahwa handphone tersebut memiliki fungsi utama sebagai alat komunikasi, sedangkan fungsi atributnya berupa fitur-fitur yang ditawarkan agar calon pembeli tertarik untuk membelinya, seperti handphone tersebut dilengkapi dengan OS Android terbaru, kamera dengan kualitas yang lebih baik, dan lain-lain.


b. Fungsi Persuasif


Fungsi ini lebih menekankan dalam membujuk orang agar membeli produk atau jasanya (promosi). Jadi bisa dikatakan bahwa fungsi ini tidak memiliki keterkaitan dengan kualitas produk tersebut. Fungsi jenis ini banyak ditemui di berbagai tempat penjualan produk, seperti mall. Implementasi dari fungsi ini antara lain dapat berupa diskon, beli 2 dapat 1, jika membeli suatu produk, maka akan mendapat produk pelengkapnya, dan masih banyak lagi jenis promosi yang dapat dilakukan penjual untuk menarik masyarakat agar membeli produknya.



2.3 Arus Pembelian Produk melalui Iklan




Gambar 2.1 Arus Pembelian Produk melalui Iklan




         Berdasarkan gambar diatas, dapat dipelajari bahwa iklan memberikan dua jenis pengaruh kepada konsumen, yaitu konsumen membeli produk, atau  konsumen tidak terpengaruh terhadap iklan tersebut. Dan hasilnya, jika konsumen membeli produk tersebut, maka penjual produk tersebut akan mendapatkan pendapatan (revenue). Hal ini berarti bahwa memasang iklan tersebut merupakan langkah yang tepat dalam memasarkan produk.

Sebaliknya, jika konsumen tidak terpengaruh terhadap pesan yang disampaikan oleh iklan tersebut, maka konsumen tidak akan membeli produk tersebut, bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti tingkat kepekaan konsumen, kratifitas dalam membuat iklan, jangkauan iklan, dan lain-lain. Hal ini akan memberikan biaya iklan (cost) kepada perusahaan, yang berarti bahwa memasang iklan ini merupakan langkah yang salah dan malah memberikan kerugian terhadap perusahaan. Terdapat dua alternatif setelahnya, yaitu menarik iklan tersebut dari lingkungan pemasaran atau memperbaiki iklan tersebut agar menjadi iklan yang lebih baik.



2.4 Iklan yang Tidak Etis

Kualitas iklan tidak hanya dinilai dari isi dan kreatifitasnya saja, tetapi juga dinilai dari apakah iklan tersebut telah mematuhi kode etika bisnis yang berlaku dalam dunia pemasaran. Berikut ini beberapa kriteria iklan yang tidak etis:


·    Iklan tersebut dengan sengaja memberikan informasi mengenai produk yang tidak sesuai dengan kondisi yang nyata dari produk tersebut. Hal ini menyebabkan konsumen mendapatkan ekspetasi atas produk yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Akibatnya, ketika membeli produk tersebut, kebanyakan konsumen akan merasa tidak puas atas apa yang didapatkan ketika membeli produk tersebut.


·         Iklan yang isi atau kreatifitasnya menyesatkan dan menjerumuskan konsumen. Kejadian ini sering terjadi pada iklan yang memasarkan produk rokok, minuman keras, dan produk-produk lainnya yang memperoleh persepsi yang seragam dari masyarakat.  Contohnya iklan rokok. Sudah sering dijumpai iklan yang memiliki isi bahwa dengan merokok, orang menjadi lebih tenang dan percaya diri. Atau iklan kondom, yang memiliki efek tidak langsung yaitu menyerukan konsumen untuk lebih sering melakukan hubungan seks.



Selain itu, suatu iklan dikatkan etis atau tidak, bisa dinilai dari 3 hal berikut, yaitu:


a.       Maksud si pengiklan


Jika tujuan dari pembuatan iklan tersebut untuk meningkatkan penjualan semata tanpa mempedulikan keadaan konsumen, maka iklan tersebut dapat dikatakan tidak mematuhi kode etika bisnis. Iklan yang bertujuan untuk meningkatkan penjualan minuman keras semata akan menyebabkan beberapa kejadian tidak langsung, seperti kematian akibat alkohol, kekerasan dalam rumah tangga, dan masih banyak lagi efek negatif yang terjadi jika tujuan iklan tersebut tidak mempedulikan keadaan orang banyak.


b.      Isi Iklan


Tidak semua isi iklan dapat diterima oleh seluruh golongan masyarakat. Ada iklan yang hanya ditujukan kepada golongan kaum dewasa, ada iklan yang isinya memiliki peasan rasis dan diskriminatif, ada juga iklan yang berisi pesan propaganda. Jika suatu iklan mengandung isi-isi tersebut, maka iklan tersebut tidak beretis. Selain itu juga ada jenis isi iklan yang mengajak orang untuk melakukan hal yang salah. Seperti iklan minuman keras, dimana isinya mengajak orang untuk mengkonsumsi lebih banyak minuman keras, dengan cara memberikan isi yang berkesan bahwa dengan meminum minuman keras, maka orang tersebut dapat lebih mudah dalam bersosialisasi dengan orang lain, dan sebagainya. Jenis iklan seperti ini sering dikatakan tidak beretis karena merubah sudut pandang seseorang dan merusak moral orang tersebut.


c.      Keadaan publik yang dituju

Keadaan masyarakat juga perlu dipertimbangkan dalam membuat sebuah iklan. Contohnya ketika umat muslim sedang melaksanakan ibadah puasa. Contoh iklan yang tidak etis adalah iklan produk makanan yang ditayangkan di televisi pada siang hari ketika umat muslim sedang berpuasa. Iklan tersebut tidak etis karena mengganggu umat muslim yang sedang puasa dengan menayangkan gambar makanan atau adegan orang yang sedang menikmati produknya di televisi.



2.5 Manipulasi dengan Iklan



            Iklan dapat memanipulasi konsumen dengan cara-cara berikut ini:


a.    Melebih-lebihkan kemampuan produk dan menutupi kelemahan produk



Iklan seperti ini sering dijumpai pada iklan produk makanan fastfood, yang membuat image dari makanan tersebut telihat mewah. Contohnya Hamburger, yang pada iklannya terlihat lebih berisi dan cerah, tetapi kenyataannya produknya hanya berupa hamburger yang lebih tipis dan kurang menarik jika dibandingkan dengan yang ditampilkan di iklan.


Gambar 2.2 Perbandingan antara Hamburger yang nyata dengan yang di iklan




Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa gambar di kiri merupakan hamburger yang disajikan di restoran fastfood, sedangkan gambar di kanan merupakan gambar hamburger yang ditampilkan di iklan. Perusahaan biasanya menggunakan tenaga yang ahli di bidang IT dan fotografi untuk meng edit gambar hamburger tersebut agar terlihat menarik dan mengundang selera makan. Dengan cara tersebut pengiklan dapat melebih-lebihkan kemampuan produk sekaligus menutupi kelemahan produk tersebut.



b. Tidak memberikan informasi yang benar


Iklan ini sering dijumpai pada perusahaan operator telepon yang sering memasang iklan yang memberikan informasi yang tidak lengkap kepada konsumen, sehingga konsumen sering kebingungan dalam memilih produk mana yang cocok dengan kriteria mereka.




Gambar 2.2 Contoh iklan operator telepon



Dengan tarif yang beragam, ditambah metode pembayaran yang rumit, konsumen akan sering mengalami kebingungan dan salah informasi dalam berlangganan kartu telepon.




3. ANALISIS


Pada kasus Robovac, sudah jelas sekali bahwa perusahaan teknologi asal Malaysia tersebut sudah bertindak rasis terhadap negara Indonesia, kerana memasang kata Fire Your Indonesian Maid Now. Padahal, kalimat tersebut dapat diperbaiki dengan cara menghilangkan kata Indonesian nya, sehingga menjadi Fire Your Maid Now, sehingga kata Maid di iklan tersebut ditujukan kepada pelayan secara umumnya, tanpa memandang darimana pelayan tersebut berasal. Bukan cuma rasis, iklan ini seolah-seolah ingin menyampaikan pesan bahwa warga Malaysia tidak perlu lagi untuk memperkerjakan TKI/TKW asal Indonesia yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia dan beralih kepada penggunaan produk Robovac dalam mengerjakan kegiatan rumah tangga sehari-hari. Pesan iklan ini juga seolah-olah menunjukkan bahwa Robovac mengajak warga Malaysia agar tidak berterima kasih terhadap TKI/TKW asal Indonesia yang telah membantu pekerjaan rumah tangga mereka sehari-hari.



4. KESIMPULAN


            Dari analisis diatas, dapat dikatakan bahwa iklan Robovac merupakan salah satu contoh yang tidak beretika, karena tidak hanya menghina TKI/TKW asal Indonesia saja, tetapi juga menyinggung seluruh masyarakat bangsa Indonesia yang membaca iklan tersebut.


5. REFERENSI



http://nasional.kompas.com/read/2015/02/04/07572811/KBRI.Malaysia.Laporkan.Iklan.Fire.Your.Indonesian.Maid.ke.Polisi