TUGAS
SOFTSILL
JURNAL
KOPERASI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
NAMA:
1. THARIQ
AFIF RAMADHAN HAKIM (17212345)
2. FIRMANSYAH
(12212987)
KELAS
: 2EA02
MANAJEMEN KOPERASI
MENUJU KEWIRAUSAHAAN KOPERASI
Arman D. Hutasuhut
PENDAHULUAN
Dalam usaha pemulihan krisis ekonomi Indonesia dewasa ini,
sesungguhnya koperasi mendapatkan peluang (opportunity)
untuk tampil lebih eksis. Krisis ekonomi yang diawali dengan krisis nilai tukar
dan kemudian membawa krisis hutang luar negeri, telah membuka mata semua pemerhati
ekonomi bahwa "fundamental ekonomi" yang semula diyakini
kesahihannya, ternyata hancur lebur. Para pengusaha besar konglomerat dan industri
manufaktur yang selama ini diagung-agungkan membawa pertumbuhan ekonomi yang pesat
pada rata-rata 7% pertahun, ternyata hanya merupakan wacana. Sebab, ternyata
kebesaran mereka hanya ditopang oleh hutang luar negeri sebagai hasil
perkoncoan dan praktik mark-up
ekuitas, dan tidak karena variabel endogenous (yang tumbuh dari dalam) (Manurung, 2000). Setelah dicanangkan
oleh pendiri negara kita, bahwa koperasi merupakan lembaga ekonomi yang cocok
dengan spirit masyarakatnya, yaitu azas kekeluargaan.
Bahkan disebutkan oleh Hadhikusuma (2000). Kekeluargaan
adalah azas yang memang sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia dan
telah berurat akar dalam jiwa bangsa Indonesia. Namun sampai saat ini dalam
kenyataannya peran koperasi untuk berkontribusi dalam perekonomian Indonesia
belum mencapai taraf signifikan. Banyaknya masalah yang menghambat perkembangan
koperasi di Indonesia menjadi problematik yang secara umum masih dihadapi. Pencapaian
misi mulia koperasi pada umumnya masih jauh dan idealism semula. Koperasi yang
seharusnya mempunyai amanah luhur, yaitu membantu pemerintah untuk mewujudkan
keadilan ekonomi dan sosial, belum dapat menjalani peranannya secara maksimal. Membangun
koperasi menuju kepada peranan dan kedudukannya yang diharapkan merupakan hal
yang sangat sulit, walau bukan merupakan hal yang tidak mungkin.
OIeh karena itu, tulisan ini tetap pada satu titik
keyakinan, bahwa seburuk apapun keadaan koperasi saat mi, kalau semua komponen
bergerak bersama, tentunya ada titik terang yang diharapkan muncul. Juga
diharapkan mampu menjadi pencerahan bagi kita semua, tentang bagaimana koperasi
dikembalikan kepada cita-cita para pendiri bangsa, menjadikan kegiatan ekonomi
menjadi milik semua rakyat. Dengan demikian, kesenjangan ekonomi yang merembet
pada kesenjangan sosial dan penyakitpenyakit masyarakat Iainnya dapat dikurangi
(Nuhung, 2002).
Citra koperasi di masyarakat saat ini identik dengan badan
usaha marginal, yang hanya bisa hidup bila mendapat bantuan dari pemerintah.
Hal ini sebenarnya tidak sepenuhnya benar, karena banyak koperasi yang bisa
menjalankan usahanya tanpa bantuan pemerintah. Tantangan koperasi ke depan
sebagai badan usaha adalah harus mampu bersaing secara sehat sesuai etika dan
norma bisnis yang berlaku .
PEMBAHASAN
Pengertian Koperasi
Menurut Undang-undang No. 25/1992, koperasi adalah badan
usaha yang
beranggotakan orang-perorangan atau badan hukum Koperasi
dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat
yang berdasarkan asas kekeluargaan (Sitio dan Tamba, 2001).
Elemen yang terkandung dalam koperasi menurut International Labour
Organization (Sitio dan Tamba, 2001) adalah:
a. perkumpulan orang-orang,
b. penggabungan orang-orang tersebut berdasarkan
kesukarelaan,
c. terdapat tujuan ekonomi yang ingin dicapai,
d. koperasi yang dibentuk adalah suatu organisasi bisnis
(badan usaha) yang diawasi dan dikendalikan secara demokratis,
e. terdapat kontribusi yang adil terhadap modal yang
dibutuhkan,
f. anggota koperasi menerima resiko dan manfaat secara
seimbang.
Prinsip-Prinsip Koperasi
Menurut UU No. 25 Tahun 1992, prinsip-prinsip koperasi
adalah sebagai
berikut:
Prinsip-prinsip koperasi adalah:
a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis.
c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil
sebanding dengan besarnya
jasa usaha masing-masing anggota.
d. Pemberian balas jasa tidak terkait dengan besarnya
setoran modal.
e. Kemandirian
f. Pendidikan koperasi
g. Kerja sama antar koperasi
Permasalahan Koperasi
Untuk mampu bertahan di era globalisasi tentunya koperasi
harus instropeksi atas kondisi yang ada pada dirinya.. Tidak dapat dipungkiri
bahwa hanya dengan mengenal jati diri koperasi secara benar maka kemungkinan
bersaing dengan badan usaha lain akan terbuka. Jelas bahwa ditinjau dari sudut bentuk
organisasinya, maka organisasi koperasi adalah SHO (self-help organisasi).
Intinya koperasi adalah badan usaha yang otonom. Problemnya
adalah otonomi koperasi sejauh ini menjadi tanda tanya besar. Karena bantuan
pemerintah yang begitu besar menjadikan otonomi koperasi sulit terwujud. Dalam
dataran konsepsional otonomi Koperasijuga mengandung implikasi bahwa badan
usaha koperasi seharusnya lepas dari lembaga pemerintah, artinya organisasi
koperasi bukan merupakan lembaga yang dilihat dari fungsinyaadalah alat
administrasi langsung dari pemerintah, yang mewujudkan tujuan-tujuan yang telah
diputuskan dan ditetapkan oleh pemerintah (Rozi dan Hendri, 1997).
Manajemen Koperasi
Koperasi merupakan lembaga yang harus dikelola sebagaimana
layaknya lembaga bisnis. Di dalam sebuah lembaga bisnis diperlukan sebuah
pengelolaan yang efektif dan efisien yang dikenal dengan manajemen. Demikian
juga dalam badan usaha koperasi, manajemen merupakan satu hak yang harus ada
demi terwujudnya tujuan yang diharapkan. Prof. Ewell Paul Roy mengatakan bahwa
manajemen koperasi melibatkan 4 (empat) unsur yaitu: anggota, pengurus,
manajer, dan karyawan. Seorang manajer harus bisa menciptakan kondisi yang
mendorong para karyawan agar mempertahankan produktivitas yang tinggi. Karyawan
merupakan penghubung antara manajemen dan anggota pelanggan (Hendrojogi, 1997).
Menurut Suharsono Sagir, sistem manajemen di lembaga
koperasi harus mengarah kepada manajemen partisipatif yang di dalamnya terdapat
kebersamaan, keterbukaan, sehingga setiap anggota koperasi baik yang turut
dalam pengelolaan (kepengurusan usaha) ataupun yang di luar kepengurusan
(angota biasa), memiliki rasa tanggung jawab bersama dalam organisasi koperasi
(Anoraga dan Widiyanti, 1992).
A.H. Gophar mengatakan bahwa manajemen koperasi pada
dasarnya dapat ditelaah dan tiga sudut pandang, yaitu organisasi, proses, dan gaya (Hendar dan Kusnadi, 1999).
Dari sudut pandang organisasi,
manajemen koperasi pada prinsipnya
terbentuk dan tiga unsur: anggota, pengurus, dan karyawan. Dapat dibedakan
struktur atau alat perlengkapan onganisasi yang sepintas adalah sama yaitu:
Rapat Anggota, Pengurus, dan Pengawas. Untuk itu, hendaknya dibedakan antara fungsi organisasi dengan fungsi manajemen. Unsur Pengawas seperti yang terdapat pada alat perlengkapan
organisasi koperasi, pada hakekatnya adalah merupakan perpanjangan tangan dan
anggota, untuk mendampingi Pengurus dalam melakukan fungsi kontrol sehari-hari
terhadap jalannya roda organisasi dan usaha koperasi. Keberhasilan koperasi
tergantung pada kerjasama ketiga unsur organisasi tersebut dalam mengembangkan
organisasi dan usaha koperasi, yang dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya
kepada anggota.
Dan sudut pandang proses,
manajemen koperasi lebih mengutamakan
demokrasi dalam pengambilan keputusan. Istilah satu orang satu suara (one man one vote) sudah mendarah daging dalam organisasi koperasi. Karena itu,
manajemen koperasi ini sering dipandang kurang efisien, kurang efektif, dan
sangat mahal.
Terakhir, ditinjau dan sudut pandang gaya manajemen (management
style), manajemen koperasi menganut gaya partisipatif (participation
management), di mana posisi anggota ditempatkan sebagai subjek dan manajemen yang
aktif dalam mengendalikan manajemen perusahaannya. Sitio dan Tamba (2001) menyatakan badan usaha koperasi di
Indonesia memiliki manajemen koperasi
yang dirunut berdasarkan perangkat organisasi koperasi, yaitu: Rapat anggota,
pengurus, pengawas, dan pengelola.
Telah diuraikan sebelumnya bahwa, watak manajemen koperasi
ialah gaya manajemen partisipatif. Pola umum manalemen koperasi yang
partisipatif tersebut menggambarkan adanya interaksi antar unsur manajemen
koperasi. Terdapat pembagian tugas (job
description) pada masing-masing unsur. Demikian pula
setiap unsur manajemen mempunyai lingkup keputusan (decision area) yang berbeda, kendatipun masih ada lingkup keputusan yang
dilakukan secara bersama (shared decision areas)
Adapun lingkup keputusan masing-masing unsur manajemen
koperasi adalah sebagai berikut (Sitio dan Tamba, 2001):
a.Rapat Anggota merupakan pemegang kuasa tertinggi dalam menetapkan
kebijakan umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha koperasi. Kebijakan
yang sifatnya sangat strategis dirumuskan dan ditetapkan pada forum Rapat
Anggota. Umumnya, Rapat Anggota diselenggarakan sekali setahun.
b.Pengurus dipilih dan diberhentikan oleh rapat anggota. Dengan
demikian, Pengurus dapat dikatakart sebagai pemegang kuasa Rapat Anggota dalam
mengoperasionalkan kebijakan-kebijakan strategis yang ditetapkan Rapat Anggota.
Penguruslah yang mewujudkan arah kebijakan strategis yang menyangkut organisasi
maupun usaha.
c.Pengawas mewakili anggota untuk melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijakan yang dilaksanakan oleh Pengurus. Pengawas dipilh dan
diberhentikan oleh Rapat Anggota. OIeh sebab itu, dalam struktur organisasi
koperasi, posisi Pengawas dan Pengurus adalah sama.
d.Pengelola adalah tim manajemen yang diangkat dan diberhentikan oleh
Pengurus, untuk melaksanakan teknis operasional di bidang usaha. Hubungan
Pengelola usaha (managing director) dengan pengurus koperasi adalah hubungan kerja atas dasar
perikatan dalam bentuk perjanjian atau kontrak kerja.
Banyak sudah program-program
prestisius pengembangan koperasi. Koperasi juga tak kunjung selesai
dibicarakan, didiskusikan, “direkayasa”, diupayakan pemberdayaan dan
penguatannya. Pendekatan yang dilakukan mulai dari akademis (penelitian,
pelatihan, seminar-seminar, sosialisasi teknologi), pemberdayaan (akses pembiayaan,
peluang usaha, kemitraan, pemasaran, dll), regulatif (legislasi dan perundang-undangan),
kebijakan publik (pembentukan kementrian khusus di pemerintahan pusat sampai
dinas di kota/kabupaten, pembentukan lembaga-lembaga profesi), sosiologis
(pendampingan formal dan informal), behavior (perubahan perilaku usaha, profesionalisme)
bahkan sampai pada pendekatan sinergis-konstruktif (program nasional Jaring Pengaman
Nasional, pengentasan kemiskinan, Pembentukan Lembaga Penjaminan, Pembentukan
Dekopin dari daerah sampai nasional).
Tetapi ternyata, seluruh ”treatment”
tersebut sebenarnya tidak menyelesaikan beberapa masalah mendasar koperasi. Pertama,
seperti diungkapkan Soetrisno (2002) bahwa ciri utama perkembangan koperasi di
Indonesia adalah dengan tiga pola penitipan kepada program, yaitu pembangunan
sektoral seperti koperasi pertanian, koperasi desa, KUD; (2) lembaga-lembaga
pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; serta
(3) perusahaan negara maupun swasta berbentuk koperasi karyawan. Tiga pola
tersebut menurut beliau berakibat prakarsa mayarakat kurang berkembang,
kalaupun muncul tidak diberi tempat sebagai mana mestinya.
Masalah kedua, koperasi, lanjut
Soetrisno (2002) juga dikembangkan untuk mendukung program pemerintah berbasis
sektor primer dan distrubusi yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi
penduduk Indonesia7. Ketika program
tersebut gagal, maka koperasi harus memikul beban kegagalan program. Sementara
koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan dari perhatian berbagai kalangan
termasuk peneliti dan media massa. Dalam pandangan pengamat internasional
(Sharma 1992), Indonesia mengikuti lazimnya pemerintah di Asia yang melibatkan
koperasi secara terbatas seperti disektor pertanian.
Ketiga, masalah mendasar koperasi
berkenaan prinsip dasar ekonomi. Hatta (1947,
56) menjelaskan bahwa rantai ekonomi, memiliki tiga rantai utama, yaitu perniagaan
mengumpulkan, perantaraan dan membagikan8. Ketika sistem ekonomi hanya berputar pada
kepentingan perdagangan dan menegasikan kepentingan perniagaan pengumpulan
maupun membagikan, maka yang terjadi adalah penumpukan kekayaan pada titik
perniagaan perantaraan (intermediasi) dan permainan harga yang dominan. Dampaknya
adalah reduksi kepentingan produsen, konsumen, bahkan alam. Bentuk Ekonomi
versi Hatta tersebut, kita sebut saja Ekonomi Natural, sebenarnya mengingatkan kita
bahwa ekonomi jangan hanya dijalankan dengan menekankan mekanisme perdagangan
(intermediasi), dan menganaktirikan produksi (seperti bertani, pertambangan,
berkebun, kerajinan, dan lainnya) serta retail (berdagang eceran). Ekonomi
Natural dengan demikian merupakan ekonomi produktif, intermediasi, sekaligus
pertukaran untuk keseimbangan individu, masyarakat, alam dan akuntabilitas kepada
Allah SWT.
Koperasi
indonesia: Operasionalisasi ekonomi rakyat
Sarman (2007) menjelaskan bahwa
pembangunan ekonomi saat ini hanya diarahkan pada kepentingan ekonomi sempit.
Dalam perspektif lebih luas perlu perencanaan tujuan pembangunan yang diarahkan
kepada pembangunan manusia, bukan terjebak disekitar pembangunan ekonomi.
Tujuan pembangunan ekonomi seharusnya tidak sekedar terpusat misalnya pada
pertumbuhan, tetapi harus dapat mempertahankan struktur sosial dan budaya yang
baik. Pembangunan ekonomi yang banyak merubah keadaan sosial dan budaya menjadi
negatif merupakan penyebab munculnya masalah moral.
Logika modernisasi menurut
kerangka filosofis kapitalisme berkenaan pemberdayaan berada pada bagaimana
mendekatkan dikotomi antara kepentingan privat dan publik lewat media
kelembagaan (mega structures). Hal ini terjadi karena menurut Nugroho
(2001) Barat mengidentifikasi realitas makro sebagai lembaga bersifat makro, obyektif
serta politis (public sphere) baik berbentuk konglomerasi para pemilik
modal, birokrasi, asosiasi tenaga kerja dengan skala besar, profesi
terorganisir, dan lainnya.
Masalahnya mega-structures tersebut
cenderung mengalienasi dan tidak memberdayakan eksistensi individu (privat
sphere). Untuk menjembatani hal tersebut diperlukan intermediasi
privat-publik model kapitalisme. Lembaga mediasi (mediating institutions)
di satu sisi memberi makna privat, tetapi di sisi lain mempunyai arti publik,
sehingga mampu mentransfer makna dan
nilai privat ke dalam pemaknaan struktur makro.
Simpulan
dan rekomendasi
Sebagai tonggak ekonomi Indonesia, kita perlu me-manage dan
mengatur koperasi dengan baik sehingga peran koperasi tersebut berefek positif
kepada masyarakat dan lebih pentingnya lagi meningkatkan taraf hidup masyarakat
Indonesia.
Sumber : Jurnal Ilmiah “Manajemen & Bisnis”
Prgram Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Manajemen Koperasi Menuju Kewirausahaan Koperasi
Arman D. Hutasuhut
MENGEMBANGKAN KOMPETENSI INTI DAN KONSEP BISNIS KOPERASI:
Digali dari realitas masyarakat Indonesia1
Oleh: Aji Dedi Mulawarman2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar