Senin, 11 November 2013

TUGAS SOFTSKILL : JURNAL KOPERASI

TUGAS SOFTSILL
JURNAL KOPERASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
NAMA:
1.     THARIQ AFIF RAMADHAN HAKIM (17212345)
2.     FIRMANSYAH (12212987)
KELAS : 2EA02



MANAJEMEN KOPERASI
MENUJU KEWIRAUSAHAAN KOPERASI

Arman D. Hutasuhut

PENDAHULUAN

Dalam usaha pemulihan krisis ekonomi Indonesia dewasa ini, sesungguhnya koperasi mendapatkan peluang (opportunity) untuk tampil lebih eksis. Krisis ekonomi yang diawali dengan krisis nilai tukar dan kemudian membawa krisis hutang luar negeri, telah membuka mata semua pemerhati ekonomi bahwa "fundamental ekonomi" yang semula diyakini kesahihannya, ternyata hancur lebur. Para pengusaha besar konglomerat dan industri manufaktur yang selama ini diagung-agungkan membawa pertumbuhan ekonomi yang pesat pada rata-rata 7% pertahun, ternyata hanya merupakan wacana. Sebab, ternyata kebesaran mereka hanya ditopang oleh hutang luar negeri sebagai hasil perkoncoan dan praktik mark-up ekuitas, dan tidak karena variabel endogenous (yang tumbuh dari dalam) (Manurung, 2000). Setelah dicanangkan oleh pendiri negara kita, bahwa koperasi merupakan lembaga ekonomi yang cocok dengan spirit masyarakatnya, yaitu azas kekeluargaan. 

Bahkan disebutkan oleh Hadhikusuma (2000). Kekeluargaan adalah azas yang memang sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia dan telah berurat akar dalam jiwa bangsa Indonesia. Namun sampai saat ini dalam kenyataannya peran koperasi untuk berkontribusi dalam perekonomian Indonesia belum mencapai taraf signifikan. Banyaknya masalah yang menghambat perkembangan koperasi di Indonesia menjadi problematik yang secara umum masih dihadapi. Pencapaian misi mulia koperasi pada umumnya masih jauh dan idealism semula. Koperasi yang seharusnya mempunyai amanah luhur, yaitu membantu pemerintah untuk mewujudkan keadilan ekonomi dan sosial, belum dapat menjalani peranannya secara maksimal. Membangun koperasi menuju kepada peranan dan kedudukannya yang diharapkan merupakan hal yang sangat sulit, walau bukan merupakan hal yang tidak mungkin.


OIeh karena itu, tulisan ini tetap pada satu titik keyakinan, bahwa seburuk apapun keadaan koperasi saat mi, kalau semua komponen bergerak bersama, tentunya ada titik terang yang diharapkan muncul. Juga diharapkan mampu menjadi pencerahan bagi kita semua, tentang bagaimana koperasi dikembalikan kepada cita-cita para pendiri bangsa, menjadikan kegiatan ekonomi menjadi milik semua rakyat. Dengan demikian, kesenjangan ekonomi yang merembet pada kesenjangan sosial dan penyakitpenyakit masyarakat Iainnya dapat dikurangi (Nuhung, 2002).


Citra koperasi di masyarakat saat ini identik dengan badan usaha marginal, yang hanya bisa hidup bila mendapat bantuan dari pemerintah. Hal ini sebenarnya tidak sepenuhnya benar, karena banyak koperasi yang bisa menjalankan usahanya tanpa bantuan pemerintah. Tantangan koperasi ke depan sebagai badan usaha adalah harus mampu bersaing secara sehat sesuai etika dan norma bisnis yang berlaku .

PEMBAHASAN


Pengertian Koperasi

Menurut Undang-undang No. 25/1992, koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang-perorangan atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat
yang berdasarkan asas kekeluargaan (Sitio dan Tamba, 2001).


Elemen yang terkandung dalam koperasi menurut International Labour
Organization (Sitio dan Tamba, 2001) adalah:
a. perkumpulan orang-orang,
b. penggabungan orang-orang tersebut berdasarkan kesukarelaan,
c. terdapat tujuan ekonomi yang ingin dicapai,
d. koperasi yang dibentuk adalah suatu organisasi bisnis (badan usaha) yang diawasi dan dikendalikan secara demokratis,
e. terdapat kontribusi yang adil terhadap modal yang dibutuhkan,
f. anggota koperasi menerima resiko dan manfaat secara seimbang.



Prinsip-Prinsip Koperasi

Menurut UU No. 25 Tahun 1992, prinsip-prinsip koperasi adalah sebagai
berikut:
Prinsip-prinsip koperasi adalah:
a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis.
c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya
jasa usaha masing-masing anggota.
d. Pemberian balas jasa tidak terkait dengan besarnya setoran modal.
e. Kemandirian
f. Pendidikan koperasi
g. Kerja sama antar koperasi


Permasalahan Koperasi

Untuk mampu bertahan di era globalisasi tentunya koperasi harus instropeksi atas kondisi yang ada pada dirinya.. Tidak dapat dipungkiri bahwa hanya dengan mengenal jati diri koperasi secara benar maka kemungkinan bersaing dengan badan usaha lain akan terbuka. Jelas bahwa ditinjau dari sudut bentuk organisasinya, maka organisasi koperasi adalah SHO (self-help organisasi).

Intinya koperasi adalah badan usaha yang otonom. Problemnya adalah otonomi koperasi sejauh ini menjadi tanda tanya besar. Karena bantuan pemerintah yang begitu besar menjadikan otonomi koperasi sulit terwujud. Dalam dataran konsepsional otonomi Koperasijuga mengandung implikasi bahwa badan usaha koperasi seharusnya lepas dari lembaga pemerintah, artinya organisasi koperasi bukan merupakan lembaga yang dilihat dari fungsinyaadalah alat administrasi langsung dari pemerintah, yang mewujudkan tujuan-tujuan yang telah diputuskan dan ditetapkan oleh pemerintah (Rozi dan Hendri, 1997).


Manajemen Koperasi

Koperasi merupakan lembaga yang harus dikelola sebagaimana layaknya lembaga bisnis. Di dalam sebuah lembaga bisnis diperlukan sebuah pengelolaan yang efektif dan efisien yang dikenal dengan manajemen. Demikian juga dalam badan usaha koperasi, manajemen merupakan satu hak yang harus ada demi terwujudnya tujuan yang diharapkan. Prof. Ewell Paul Roy mengatakan bahwa manajemen koperasi melibatkan 4 (empat) unsur yaitu: anggota, pengurus, manajer, dan karyawan. Seorang manajer harus bisa menciptakan kondisi yang mendorong para karyawan agar mempertahankan produktivitas yang tinggi. Karyawan merupakan penghubung antara manajemen dan anggota pelanggan (Hendrojogi, 1997).

Menurut Suharsono Sagir, sistem manajemen di lembaga koperasi harus mengarah kepada manajemen partisipatif yang di dalamnya terdapat kebersamaan, keterbukaan, sehingga setiap anggota koperasi baik yang turut dalam pengelolaan (kepengurusan usaha) ataupun yang di luar kepengurusan (angota biasa), memiliki rasa tanggung jawab bersama dalam organisasi koperasi (Anoraga dan Widiyanti, 1992).

A.H. Gophar mengatakan bahwa manajemen koperasi pada dasarnya dapat ditelaah dan tiga sudut pandang, yaitu organisasi, proses, dan gaya (Hendar dan Kusnadi, 1999).

Dari sudut pandang organisasi, manajemen koperasi pada prinsipnya terbentuk dan tiga unsur: anggota, pengurus, dan karyawan. Dapat dibedakan struktur atau alat perlengkapan onganisasi yang sepintas adalah sama yaitu: Rapat Anggota, Pengurus, dan Pengawas. Untuk itu, hendaknya dibedakan antara fungsi organisasi dengan fungsi manajemen. Unsur Pengawas seperti yang terdapat pada alat perlengkapan organisasi koperasi, pada hakekatnya adalah merupakan perpanjangan tangan dan anggota, untuk mendampingi Pengurus dalam melakukan fungsi kontrol sehari-hari terhadap jalannya roda organisasi dan usaha koperasi. Keberhasilan koperasi tergantung pada kerjasama ketiga unsur organisasi tersebut dalam mengembangkan organisasi dan usaha koperasi, yang dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada anggota.

Dan sudut pandang proses, manajemen koperasi lebih mengutamakan demokrasi dalam pengambilan keputusan. Istilah satu orang satu suara (one man one vote) sudah mendarah daging dalam organisasi koperasi. Karena itu, manajemen koperasi ini sering dipandang kurang efisien, kurang efektif, dan sangat mahal.

Terakhir, ditinjau dan sudut pandang gaya manajemen (management style), manajemen koperasi menganut gaya partisipatif (participation management), di mana posisi anggota ditempatkan sebagai subjek dan manajemen yang aktif dalam mengendalikan manajemen perusahaannya. Sitio dan Tamba (2001) menyatakan badan usaha koperasi di Indonesia  memiliki manajemen koperasi yang dirunut berdasarkan perangkat organisasi koperasi, yaitu: Rapat anggota, pengurus, pengawas, dan pengelola.


Telah diuraikan sebelumnya bahwa, watak manajemen koperasi ialah gaya manajemen partisipatif. Pola umum manalemen koperasi yang partisipatif tersebut menggambarkan adanya interaksi antar unsur manajemen koperasi. Terdapat pembagian tugas (job description) pada masing-masing unsur. Demikian pula setiap unsur manajemen mempunyai lingkup keputusan (decision area) yang berbeda, kendatipun masih ada lingkup keputusan yang dilakukan secara bersama (shared decision areas)


Adapun lingkup keputusan masing-masing unsur manajemen koperasi adalah sebagai berikut (Sitio dan Tamba, 2001):

a.Rapat Anggota merupakan pemegang kuasa tertinggi dalam menetapkan kebijakan umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha koperasi. Kebijakan yang sifatnya sangat strategis dirumuskan dan ditetapkan pada forum Rapat Anggota. Umumnya, Rapat Anggota diselenggarakan sekali setahun.

b.Pengurus dipilih dan diberhentikan oleh rapat anggota. Dengan demikian, Pengurus dapat dikatakart sebagai pemegang kuasa Rapat Anggota dalam mengoperasionalkan kebijakan-kebijakan strategis yang ditetapkan Rapat Anggota. Penguruslah yang mewujudkan arah kebijakan strategis yang menyangkut organisasi maupun usaha.


c.Pengawas mewakili anggota untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan yang dilaksanakan oleh Pengurus. Pengawas dipilh dan diberhentikan oleh Rapat Anggota. OIeh sebab itu, dalam struktur organisasi koperasi, posisi Pengawas dan Pengurus adalah sama.



d.Pengelola adalah tim manajemen yang diangkat dan diberhentikan oleh Pengurus, untuk melaksanakan teknis operasional di bidang usaha. Hubungan Pengelola usaha (managing director) dengan pengurus koperasi adalah hubungan kerja atas dasar perikatan dalam bentuk perjanjian atau kontrak kerja.


Banyak sudah program-program prestisius pengembangan koperasi. Koperasi juga tak kunjung selesai dibicarakan, didiskusikan, “direkayasa”, diupayakan pemberdayaan dan penguatannya. Pendekatan yang dilakukan mulai dari akademis (penelitian, pelatihan, seminar-seminar, sosialisasi teknologi), pemberdayaan (akses pembiayaan, peluang usaha, kemitraan, pemasaran, dll), regulatif (legislasi dan perundang-undangan), kebijakan publik (pembentukan kementrian khusus di pemerintahan pusat sampai dinas di kota/kabupaten, pembentukan lembaga-lembaga profesi), sosiologis (pendampingan formal dan informal), behavior (perubahan perilaku usaha, profesionalisme) bahkan sampai pada pendekatan sinergis-konstruktif (program nasional Jaring Pengaman Nasional, pengentasan kemiskinan, Pembentukan Lembaga Penjaminan, Pembentukan Dekopin dari daerah sampai nasional).

Tetapi ternyata, seluruh ”treatment” tersebut sebenarnya tidak menyelesaikan beberapa masalah mendasar koperasi. Pertama, seperti diungkapkan Soetrisno (2002) bahwa ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan tiga pola penitipan kepada program, yaitu pembangunan sektoral seperti koperasi pertanian, koperasi desa, KUD; (2) lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; serta (3) perusahaan negara maupun swasta berbentuk koperasi karyawan. Tiga pola tersebut menurut beliau berakibat prakarsa mayarakat kurang berkembang, kalaupun muncul tidak diberi tempat sebagai mana mestinya.

Masalah kedua, koperasi, lanjut Soetrisno (2002) juga dikembangkan untuk mendukung program pemerintah berbasis sektor primer dan distrubusi yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia7. Ketika program tersebut gagal, maka koperasi harus memikul beban kegagalan program. Sementara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan dari perhatian berbagai kalangan termasuk peneliti dan media massa. Dalam pandangan pengamat internasional (Sharma 1992), Indonesia mengikuti lazimnya pemerintah di Asia yang melibatkan koperasi secara terbatas seperti disektor pertanian.

Ketiga, masalah mendasar koperasi berkenaan prinsip dasar ekonomi. Hatta  (1947, 56) menjelaskan bahwa rantai ekonomi, memiliki tiga rantai utama, yaitu perniagaan mengumpulkan, perantaraan dan membagikan8. Ketika sistem ekonomi hanya berputar pada kepentingan perdagangan dan menegasikan kepentingan perniagaan pengumpulan maupun membagikan, maka yang terjadi adalah penumpukan kekayaan pada titik perniagaan perantaraan (intermediasi) dan permainan harga yang dominan. Dampaknya adalah reduksi kepentingan produsen, konsumen, bahkan alam. Bentuk Ekonomi versi Hatta tersebut, kita sebut saja Ekonomi Natural, sebenarnya mengingatkan kita bahwa ekonomi jangan hanya dijalankan dengan menekankan mekanisme perdagangan (intermediasi), dan menganaktirikan produksi (seperti bertani, pertambangan, berkebun, kerajinan, dan lainnya) serta retail (berdagang eceran). Ekonomi Natural dengan demikian merupakan ekonomi produktif, intermediasi, sekaligus pertukaran untuk keseimbangan individu, masyarakat, alam dan akuntabilitas kepada Allah SWT.

Koperasi indonesia: Operasionalisasi ekonomi rakyat


Sarman (2007) menjelaskan bahwa pembangunan ekonomi saat ini hanya diarahkan pada kepentingan ekonomi sempit. Dalam perspektif lebih luas perlu perencanaan tujuan pembangunan yang diarahkan kepada pembangunan manusia, bukan terjebak disekitar pembangunan ekonomi. Tujuan pembangunan ekonomi seharusnya tidak sekedar terpusat misalnya pada pertumbuhan, tetapi harus dapat mempertahankan struktur sosial dan budaya yang baik. Pembangunan ekonomi yang banyak merubah keadaan sosial dan budaya menjadi negatif merupakan penyebab munculnya masalah moral.

Logika modernisasi menurut kerangka filosofis kapitalisme berkenaan pemberdayaan berada pada bagaimana mendekatkan dikotomi antara kepentingan privat dan publik lewat media kelembagaan (mega structures). Hal ini terjadi karena menurut Nugroho (2001) Barat mengidentifikasi realitas makro sebagai lembaga bersifat makro, obyektif serta politis (public sphere) baik berbentuk konglomerasi para pemilik modal, birokrasi, asosiasi tenaga kerja dengan skala besar, profesi terorganisir, dan lainnya.

Masalahnya mega-structures tersebut cenderung mengalienasi dan tidak memberdayakan eksistensi individu (privat sphere). Untuk menjembatani hal tersebut diperlukan intermediasi privat-publik model kapitalisme. Lembaga mediasi (mediating institutions) di satu sisi memberi makna privat, tetapi di sisi lain mempunyai arti publik, sehingga   mampu mentransfer makna dan nilai privat ke dalam pemaknaan struktur makro.

Simpulan dan rekomendasi

Sebagai tonggak ekonomi Indonesia, kita perlu me-manage dan mengatur koperasi dengan baik sehingga peran koperasi tersebut berefek positif kepada masyarakat dan lebih pentingnya lagi meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia.

Sumber :  Jurnal Ilmiah “Manajemen & Bisnis”
Prgram Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Manajemen Koperasi Menuju Kewirausahaan Koperasi
Arman D. Hutasuhut

MENGEMBANGKAN KOMPETENSI INTI DAN KONSEP BISNIS KOPERASI:
Digali dari realitas masyarakat Indonesia1
Oleh: Aji Dedi Mulawarman2










































































































Tidak ada komentar: