Senin, 29 Desember 2014

TUGAS SOFTSKILL: TULISAN BEBAS

REVIEW : TV SHOW DEXTER


Premiere pada tahun 2006, saya masih kelas 1 SMP saat itu. Sebenarnya saya bisa nonton pas SMA, karena di rumah ada Indovision, ada chanel FoxCrime. Saya gak nonton karena sudah season berapa saat itu saya gak tau. Intinya bulan-bulan kemarin saya nonton dari season 1 hingga habis. Benar2 waktu yang panjang untuk menonton semua episode Dexter. Ok langsung aja saya review ....

Character

Tokoh utama adalah Dexter Morgan (born : Dexter Moser), anak angkat dari Harry Morgan dan saudara tiri dari Debra Morgan. Nyokapnya mati dibunuh ama kartel narkoba (dimutilasi didepan matanya pas umur 3 tahun kalo gak salah). Katanya itu yang membuat dia "gila" dan menjadi serial killer. Menurut dia, dia memiliki semacam naluri/kebutuhan untuk membunuh (yang dipanggil Dark Passenger). Kebutuhan ini buat dia sama pentingnya seperti kebanyakan orang butuh makan. Jadi kalo dia gak membunuh, dia bakalan merasa ada yang kurang dan tidak terpenuhi kebutuhannya.

Dark Passenger inilah yang dilatih oleh Harry untuk menyalurkannya ke para kriminal yang selalu berhail lolos dari jeratan hukum. Jadi secara garis besar, kalo anda nonton Dexter, dia membunuh kriminal. Kriminal tersebut harus sesuai dengan Harry Code, yang dimana kriminal tersebut harus terbukti membunuh. Jadi kita dapat karakter yang sangat-sangat terikat dengan principal. Dan dia pintar, teliti, cekatan, terampil.... Seperti mesin yang dirancang untuk membunuh kriminal. 

Jadi kita dapat karakter anti hero disini. Jujur, kalo saya bandingin dengan Walter White.... saya lebih senang dengan Walter. Lebih kejam. "Kejam" dalam artian disini bukan diukur dari tingkat kriminal yang dilakukan. Dexter sudah membunuh puluhan/ratusan orang, dan orang-orang tersebut adalah kriminal. Dia semacam melakukan public service. Kalo kita ambil sudut pandang seorang polisi, dia jelas-jelas melakukan tindakan kriminal tingakt 1. Dan berulang-berulang. Dan di Florida, hukuman untuk pembunuh berantai adalah suntikan mati.  Kalo kita ambil sudut pandang keluarga dari korban yang dibunuh dari semua kriminal yang dihabisin oleh Dexter.... "Orang itu pantas mati". "Semoga dia mati dan masuk neraka". Kata-kata seperti itu biasa terlintas di pikiran orang yang kehilangan orang yang disayanginya yang dibunuh oleh kriminal-kriminal tersebut. Jadi bisa saya simpulkan, Dexter punya simpati. Banyak orang bilang kalo psikopat gak punya empati. Tetapi kalo menurut saya Dexter punya empati. Lain lagi ceritanya kalo dia menggunakan kejahatan targetnya hanya sebagai "excuse" untuk menyalurkan kebutuhan membunuhnya. Lain lagi dengan Walter. Untuk menjaga dia tetap hidup, dia harus membunuh Gale, rakannya di lab meth. Padahal Gale itu orangnya baik. Vegan, minum oral tea, kayak homo gitu. Jadi bisa dibilahg Walter bunuh Gale hanya karena survival. Beda dengan Dexter. Dia membunuh karena punya prinsip. Aturan. Dan aturan yang dipegangnya lebih memihak kepada orang baik. Kalo dari ego, Walter menang, karena dia lebih mementingkan bisnis hampir lebih penting daripada keluarganya. Lebih kepala batu.

Teknik

Kalo anda perhatikan, tiap season Dexter mendapatkan lawan/antagonis baru. Tiap season dapat karakter baru. Kalo menurut saya, tiap season dari Dexter tuh kayak semacam experience baru yang dialami oleh Dexter. Di season pertama dia bertemu dengan saudara kandungnya, yang sesama serial killer. Season kedua, dia sudah diidentifikasi oleh rekannya di kantor polisi (Dexter bekerja sebagai tim forensik Miami Metro) sehingga dia hampir menyerahkan dirinya ke polisi dan mangaku bahwa dia membunuh banyak orang. Season ketiga dia mendapat rekan baru dalam membunuh, seorang jaksa yang memiliki paham yang sama akan keadilan. Begitu seterusnya. Season baru, karakter baru, antagonis baru, pengalaman baru. Saya kurang senang dengan cara mereka buang karakter lama ketika memasuki season baru. Di season tersebut, karakter tersebut memiliki peran yang penting di season itu. Tetapi ketika masuk season baru, dia hilang entah kemana, seolah-olah gak dibutuhin lagi. 

Dari cara mereka ngolah thrill nya sudah bagus sih. Penonton dibikin thrill dengan pembunuhan, villain yang beragam tiap season. Lebih tepatnya villain vs villain, karena Dexter juga gila. Dan banyak kata-kata kasar yang digunakan dalam series Dexter. Terutama oleh Debra Morgan. Saya sendiri gak pengen punya pacar kayak gitu. Tiap kali dia memaki serasa berlebihan gimana gitu. Ya udah kayak gitu aja tiap season. Villain baru. Manhunt baru. karakter baru. Experience baru. Monoton. Beda dengan teknik pengolahan season nya Homeland. Bukan yang terbaik menurut saya sih, tapi kalo anda perhatiin season 1 dan 2 dari Momeland, tensinya mencapai titik yang maksimum pada episode sebelum season finale. Biasanya kan kalo series gitu villain nya mati pas season finale, tetapi Homeland gak kayak gitu. Kayak pas season 2, Abu Nazir mati pada episode pas sebelum season finale. Season finalenya ditutup dengan fedung CIA dibom, ratusan mati. Memberikan pesan yang jelas dan kuat bahwa bakalan ada season ke tiga. Berbeda dengan Dexter. Season baru dimulai dengan selang berbulan-berbulan berikutnya setelah season sebelumnya. Kalo Breaking Bad beda lagi. Cara Breaking Bad nutup season kayak nutup episode gitu. Makanya kalo anda perhatiin, Breaking Bad hanya berlangsung selama dua tahun, sebanyak 5 episode. Lambat banget temponya. Lambat itulah makanya Breaking Bad memperhatikan tensi dan mekanisme yang dibentuk antara cerita dan karakternya.

CERITA

Cerita berplot di Miami, Florida. Berarti anda akan sering melihat pantai, suhu yang panas, imigran ilegal dan mojito. Saya berbulan-bulan nonton Dexter cuma liat Miami capek juga. Apakah di Miami memang benar banyak kriminal, seperti yang ada di dalam skrip Dexter? Saya juga muak dengan cuaca di Indonesia.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, berarti cerita tiap season bisa ditebak, karena pada dasarnya tiap season dexter ketemu musuh baru, bunuh dia, dan banyak naratif oleh dia sendiri. Tipe cerita yang ada dalam skrip Dexter adalah cerita yang sangat sangat berfokus ke Dexter, karena tiap season merupakan pengalaman baru yang dialami oleh Dexter. Berbeda dengan Game Of Thrones, yang tidak hanya berfokus ke Tyrion Lannister sebagai tokoh utama saja, tetapi juga fokus ke Daenerys Targaryen dan Jon Snow.


Sekian interview saya tentang TV Show Dexter. Kesimpulannya adalah kalau anda tidak sempat menonton dari season 1, tidak masalah. Tiap perubahan yang diberikan dari season sebelumnya tidak terlalu berpengaruh terhadap season berikutnya. Jadi kalo misalnya anda bingung dengan karakter yang season sebelumnya ada tetapi season selanjutnya tidak ada, gak usah panik. Memang teknik pengolahan karakternya payah.











Tidak ada komentar: