“Nama saya Janice Matherson, usia
saya dua puluh delapan tahun. Saya menyelesaikan studi saya tentang bisnis di
Columbia University. Saya memiliki pengalaman bekerja selama lima tahun sebagai manajer bisnis di sebuah perusahaan
sekuritas di Queens. Saya memiliki intergritas dan kemauan yang tinggi dalam
bekerja. Berikut ini surat rekomendasi dari perusahaan tempat saya bekerja. Silahkan dilihat.”
“Saya boleh menanyakan anda
sesuatu?”
“Ya. Silahkan pak.”
“Mengapa restoran?”
“Mungkin.... karena saya suka
makanan Prancis?”
Manajer restoran tersenyum. Keduanya
tertawa ringan.
“Kalau saya boleh jujur, saya pikir
anda memiliki kualitas sebagai konsultan keuangan yang melebihi harapan kami.
Belum menyebutkan jika saya benar-benar terkesan dengan CV yang anda kirimkan
beberapa hari yang lalu.
Keduanya bertatapan muka. Manajer
restoran tersenyum.
“Selamat, anda diterima. Selamat
datang di Le Gothique. Ini, silahkan beri tanda tangan anda pada surat kontrak
ini. Hank akan menjelaskan prosedur standard di restoran ini. Dia akan membawa
anda ke kantor anda. Anda sudah bisa bekerja pada hari senin.”
Masih merasa tidak percaya, Janice
menyalami manajer restoran dengan ekspresi bingung untuk menyembunyikan kegembiraannya. Semua itu
meredup sudah, kehidupannya yang lama. Semua deadline yang harus dikejar. Target untuk menjadi eksekutif
perusahaan tersebut. Persaingan untuk mencapai puncak. Saling tikam antara
teman sendiri. Memeras. Merayu. Memaksa. Menipu. Berkhianat ...
Hari senin. Janice sudah berada di
restoran sejak jam 7 pagi. Memeriksa semua catatan transaksi yang dilakukan
restoran sejak bulan Januari. Memeriksa laporan keuangan, mencari apakah ada
kesalahan, hingga membuat analisa. Semuanya merupakan pekerjaan yang cukup
banyak untuk satu orang akuntan atau manajer. Tetapi tidak bagi Janice. Semuanya
dilakukan dengan tangan dingin. Capek, Janice memutuskan untuk mengunjungi
dapur. Memerhatikan secara langsung kesibukan di dapur.
“Dua crepe, dua puree’ dan satu
botol Chateau Barreyres!”
Saat itulah pertama kalinya Janice
melihat Christy. Melihatnya meneriakkan pesanan pelanggan untuk segera
disajikan. “Masih sangat muda”, pikirnya. Janice memerhatikannya sekitar lima
menit.
Istirahat siang. Janice mendatangi
Christy yang sedang menghabiskan waktu istirahatnya dengan merokok di luar
restoran bagian belakang.
“Hai, saya Janice. Saya baru di sini”, sapa
Janice.
“Oh, kamu orang baru itu ya?”,
jawab Christy.
“Ya, benar.”
“Saya Christy.”
Keduanya bersalaman tangan.
“Kamu mau satu?”, sambil memberikan
bungkus rokoknya.
Terlihat raut ragu-ragu di muka Janice.
“Ok. Kenapa tidak?”
Keduanya merokok. Mengakrabkan
diri. Janice memperhatikan muka Christy ketika dia meluapkan kekesalannya yang
selalu ditahan ketika bekerja di restoran tersebut. Pelanggan yang mesum.
Manajer yang sering memperlakukannya dengan kurang adil. Rekan kerja yang
egois. Merasa empati terhadap Christy, Janice mengundangnya untuk makan malam
di apartemennya.
Jam tujuh malam. Janice
mempersiapkan segalanya. Terdengar bunyi bel. Tampak Christy di depan pintu
dengan sebotol wine sambil tersenyum.
“Hai, silahkan masuk“, Janice
mempersilahkan Christy masuk.
Keduanya terlihat sangat senang
sambil menyantap makan malam. Christy terlihat sangat berbeda dari waktu
istirahat siang tadi. Waktu menunjukkan jam 11 malam. Christy bersiap untuk
pulang.
“Tadi sangat menyenangkan.” Kata
Christy sambil tertawa. Dia terlihat mabuk.
“Ya.” Balas Janice.
Ada sepercik raut kecewa ketika melihat
Christy sedang mengemasi barangnya. Tanpa pikir panjang, Janice memegang tangan
Christy, kemudian menyentuh pipi kirinya. Mencium bibirnya. Christy terlihat
bingung. Janice menenangkannya. Kemudian menciumnya lagi. Keduanya bercumbu
hingga masuk ke dalam kamar tidur. Dengan penuh hasrat, Janice merealisasikan
imajinasinya yang muncul ketika pertama kali melihat Christy di dapur restoran.
Perasaan yang sudah lama tidak dimilikinya sejak berpisah dari tunangannya tiga
tahun yang lalu.
Lima bulan berlalu. Christy telah
tinggal bersama dengan Janice. Rekan kerja di restoran sudah mulai menyebarkan
rumor yang tidak sedap tentang mereka, hingga akhirnya rumor tersebut sampai ke
manajer restoran. Pada hari tersebut juga Janice dipanggil untuk menghadap
manajer restoran.
“Saya bukannya mau menuduh yang
tidak benar, tapi berdasarkan kabar yang saya dapat dari bawahan saya, apakah
benar anda memiliki hubungan yang jika secara spesifik saya jelaskan adalah
hubungan kekasih, dengan Christina Mellic,
salah satu pelayan saya?”, tanya manajer restoran.
Janice menatapnya selama beberapa
detik. “Ya, pak”. Jawabnya.
Mendengar jawabannya, Manajer
restoran membalas:
“Christy sudah hampir setahun
bekerja kepada saya. Dia sudah beberapa kali ketahuan mencuri beberapa
persediaan gudang. Saya sudah dua kali hampir melaporkannya ke polisi. Saya cuma
berharap anda berhati-hati ketika bersama dengannya. Saya dengar dari
psikiaternya, Christy sempat memiliki kelainan mental. Sekarang silahkan
keluar, ada banyak pelanggan yang harus dilayani.”
Sambil meninggalkan ruangan
manajer, Janice memikirkan dalam-dalam apa yang baru saja diungkapkan oleh
manajer restoran kepadanya. “Dia bisa memecat Christy dan menjebloskannya ke
penjara kapan saja”, pikirnya. Kemudian dilihatnya Christy yang sedang bekerja.
Dalam pikirannya dia tidak mau kehilangan Christy. Dia harus mengambil pilihan.
Malamnya, Janice menemui seseorang.
“Saya mau melaporkan kasus
penghindaran pajak oleh Francis Bertrand, manajer restoran Le Gothique. Berikut
ini bukti-buktinya. Anda tidak kenal saya, tapi saya kenal anda. Saya tidak
terlibat sedikitpun dalam tindakan ini.”
Esok harinya, Le Gothique
kedatangan satu petugas pajak dan beberapa polisi. Seketika itu juga mereka
menyeret Francis ke dalam mobil polisi. Hal ini jelas membuat restoran tersebut
ditutup untuk membayar denda yang dimiliki oleh Francis. Tetapi Janice dengan
susah payah menghidupkan kembali Le Gothique, sebagai manajer baru dan Christy
sebagai kepala chef. Bersama-sama mereka merombak manajemen restoran tersebut
dengan memecat bawahan yang tidak sependapat dengan mereka. Janice sangat
senang. Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia berhasil memegang kontrol atas sesuatu
yang sangat penting dalam hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar