Selasa, 07 April 2015

TUGAS SOFTSKILL : CERPEN TENTANG IMPIAN

“Nama saya Janice Matherson, usia saya dua puluh delapan tahun. Saya menyelesaikan studi saya tentang bisnis di Columbia University. Saya memiliki pengalaman bekerja selama lima tahun  sebagai manajer bisnis di sebuah perusahaan sekuritas di Queens. Saya memiliki intergritas dan kemauan yang tinggi dalam bekerja. Berikut ini surat rekomendasi dari perusahaan tempat  saya bekerja. Silahkan dilihat.”

“Saya boleh menanyakan anda sesuatu?”

“Ya. Silahkan pak.”

“Mengapa restoran?”

“Mungkin.... karena saya suka makanan Prancis?”

Manajer restoran tersenyum. Keduanya tertawa ringan.

“Kalau saya boleh jujur, saya pikir anda memiliki kualitas sebagai konsultan keuangan yang melebihi harapan kami. Belum menyebutkan jika saya benar-benar terkesan dengan CV yang anda kirimkan beberapa hari yang lalu.

Keduanya bertatapan muka. Manajer restoran tersenyum.

“Selamat, anda diterima. Selamat datang di Le Gothique. Ini, silahkan beri tanda tangan anda pada surat kontrak ini. Hank akan menjelaskan prosedur standard di restoran ini. Dia akan membawa anda ke kantor anda. Anda sudah bisa bekerja pada hari senin.”

Masih merasa tidak percaya, Janice menyalami manajer restoran dengan ekspresi bingung  untuk menyembunyikan kegembiraannya. Semua itu meredup sudah, kehidupannya yang lama. Semua deadline yang harus dikejar. Target untuk menjadi eksekutif perusahaan tersebut. Persaingan untuk mencapai puncak. Saling tikam antara teman sendiri. Memeras. Merayu. Memaksa. Menipu. Berkhianat ...

Hari senin. Janice sudah berada di restoran sejak jam 7 pagi. Memeriksa semua catatan transaksi yang dilakukan restoran sejak bulan Januari. Memeriksa laporan keuangan, mencari apakah ada kesalahan, hingga membuat analisa. Semuanya merupakan pekerjaan yang cukup banyak untuk satu orang akuntan atau manajer. Tetapi tidak bagi Janice. Semuanya dilakukan dengan tangan dingin. Capek, Janice memutuskan untuk mengunjungi dapur. Memerhatikan secara langsung kesibukan di dapur.

“Dua crepe, dua puree’ dan satu botol Chateau Barreyres!”

Saat itulah pertama kalinya Janice melihat Christy. Melihatnya meneriakkan pesanan pelanggan untuk segera disajikan. “Masih sangat muda”, pikirnya. Janice memerhatikannya sekitar lima menit.

Istirahat siang. Janice mendatangi Christy yang sedang menghabiskan waktu istirahatnya dengan merokok di luar restoran bagian belakang.

 “Hai, saya Janice. Saya baru di sini”, sapa Janice.

“Oh, kamu orang baru itu ya?”, jawab Christy.

“Ya, benar.”

“Saya Christy.”

Keduanya bersalaman tangan.

“Kamu mau satu?”, sambil memberikan bungkus rokoknya.

  Terlihat raut ragu-ragu di muka Janice.

“Ok. Kenapa tidak?”

Keduanya merokok. Mengakrabkan diri. Janice memperhatikan muka Christy ketika dia meluapkan kekesalannya yang selalu ditahan ketika bekerja di restoran tersebut. Pelanggan yang mesum. Manajer yang sering memperlakukannya dengan kurang adil. Rekan kerja yang egois. Merasa empati terhadap Christy, Janice mengundangnya untuk makan malam di apartemennya.

Jam tujuh malam. Janice mempersiapkan segalanya. Terdengar bunyi bel. Tampak Christy di depan pintu dengan sebotol wine sambil tersenyum.

“Hai, silahkan masuk“, Janice mempersilahkan Christy masuk.

Keduanya terlihat sangat senang sambil menyantap makan malam. Christy terlihat sangat berbeda dari waktu istirahat siang tadi. Waktu menunjukkan jam 11 malam. Christy bersiap untuk pulang.

“Tadi sangat menyenangkan.” Kata Christy sambil tertawa. Dia terlihat mabuk.

“Ya.” Balas Janice.

Ada sepercik raut kecewa ketika melihat Christy sedang mengemasi barangnya. Tanpa pikir panjang, Janice memegang tangan Christy, kemudian menyentuh pipi kirinya. Mencium bibirnya. Christy terlihat bingung. Janice menenangkannya. Kemudian menciumnya lagi. Keduanya bercumbu hingga masuk ke dalam kamar tidur. Dengan penuh hasrat, Janice merealisasikan imajinasinya yang muncul ketika pertama kali melihat Christy di dapur restoran. Perasaan yang sudah lama tidak dimilikinya sejak berpisah dari tunangannya tiga tahun yang lalu.

Lima bulan berlalu. Christy telah tinggal bersama dengan Janice. Rekan kerja di restoran sudah mulai menyebarkan rumor yang tidak sedap tentang mereka, hingga akhirnya rumor tersebut sampai ke manajer restoran. Pada hari tersebut juga Janice dipanggil untuk menghadap manajer restoran.

“Saya bukannya mau menuduh yang tidak benar, tapi berdasarkan kabar yang saya dapat dari bawahan saya, apakah benar anda memiliki hubungan yang jika secara spesifik saya jelaskan adalah hubungan kekasih, dengan Christina  Mellic, salah satu pelayan saya?”, tanya manajer restoran.

Janice menatapnya selama beberapa detik. “Ya, pak”. Jawabnya.

Mendengar jawabannya, Manajer restoran membalas:

“Christy sudah hampir setahun bekerja kepada saya. Dia sudah beberapa kali ketahuan mencuri beberapa persediaan gudang. Saya sudah dua kali hampir melaporkannya ke polisi. Saya cuma berharap anda berhati-hati ketika bersama dengannya. Saya dengar dari psikiaternya, Christy sempat memiliki kelainan mental. Sekarang silahkan keluar, ada banyak pelanggan yang harus dilayani.”

Sambil meninggalkan ruangan manajer, Janice memikirkan dalam-dalam apa yang baru saja diungkapkan oleh manajer restoran kepadanya. “Dia bisa memecat Christy dan menjebloskannya ke penjara kapan saja”, pikirnya. Kemudian dilihatnya Christy yang sedang bekerja. Dalam pikirannya dia tidak mau kehilangan Christy. Dia harus mengambil pilihan.

Malamnya, Janice menemui seseorang.

“Saya mau melaporkan kasus penghindaran pajak oleh Francis Bertrand, manajer restoran Le Gothique. Berikut ini bukti-buktinya. Anda tidak kenal saya, tapi saya kenal anda. Saya tidak terlibat sedikitpun dalam tindakan ini.”

Esok harinya, Le Gothique kedatangan satu petugas pajak dan beberapa polisi. Seketika itu juga mereka menyeret Francis ke dalam mobil polisi. Hal ini jelas membuat restoran tersebut ditutup untuk membayar denda yang dimiliki oleh Francis. Tetapi Janice dengan susah payah menghidupkan kembali Le Gothique, sebagai manajer baru dan Christy sebagai kepala chef. Bersama-sama mereka merombak manajemen restoran tersebut dengan memecat bawahan yang tidak sependapat dengan mereka. Janice sangat senang. Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia berhasil memegang kontrol atas sesuatu yang sangat penting dalam hidupnya.





Tidak ada komentar: